Rabu, 29 Oktober 2014

trauma pleksus brachialis



MAKALAH
ASUHAN KEBIDANAN NEONATUS
TRAUMA PADA PLEKSUS BRAKIALIS
Disusun Oleh
Kelas: B 10.2
   Franata Suriana Esthi (13140070)






PRODI D4 BIDAN PENDIDIK
FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS RESPATI YOGYAKARTA
2014/ 2015



Kata Pengantar

Puji dan syukur kami haturkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa yang telah melimpahkan rahmat- Nya kepada kami sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan makalah dengan judul “TRAUMA PADA PLEKSUS BRAKIALIS” . Makalah ini kami susun untuk melengkapi tugas matakuliah  dan kelengkapan dari rangkaian perkuliahan kami.
Dalam kesempatan ini kami juga berterima kasih kepada pihak- pihak yang tidak dapat kami sebutkan namanya, yang sangat berperan dalam memberikan dorongan, bantuan, dukungan, dan arahan dalam penyusunan makalah ini.
Penulis menyadari penyusunan makalah ini masih memiliki banyak kekurangan, untuk itu saran yang membangun sngat kami perlukan untuk memperbaiki makalah ini.




                                                                   Yogyakarta, 28 September 2014



                                                                                      Penyusun





Daftar Isi
Halaman Judul
Kata Pengantar
BAB 1 PENDAHULUAN
A.   Latar Belakang........................................................................................
B.   Rumusan Masalah...................................................................................
C.   Tujuan......................................................................................................
BAB 2 ISI
A.   Etiologi Trauma Pada Bayi Baru Lahir...................................................
B.   Trauma Pleksus Brakialis........................................................................
C.   Penatalaksanaan Brachial Palsy..............................................................
BAB 3 KESIMPULAN
A.   Kesimpulan..............................................................................................
B.   Saran........................................................................................................












BAB 1
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Proses kelahiran merupakan kombinasi dari kompresi, kontraksi, torsi, dan traksi. Jika janin besar, adanya kelainan letak, atau imaturitas neurologis, proses kelahiran dapat menimbulkan kerusakan jarigan, edema, perdarahan, atau fraktur pada bayi baru lahir. Persalinan dengan alat akan meningkatkan kejadian trauma lahir. Pada kondisi tertentu, bedah sesar dapat merupakan suatu alternatif, meskipun tidak menjaminkelahiran yang bebas trauma. Faktor predisposisi terjadinya trauma lahir antara lain primigravida, disproporsi sefalopelvik (ibu pendek, kelainan rongga panggul), persalinan yang berlangsung terlalu lama atau cepat, oligohidramnion, presentasi abnormal, ekstraksi forseps atau vakum, versi dan ekstraksi. BBLR, makrosomia, ukuran kepala janin besar dan anomali janin.
B.     Rumusan Masalah
Adapun dalam menyusun makalah ini, kami menggunakan rumusan masalah sebagai berikut :
·         Apa saja trauma yang biasanya terjadi pada BBL?
·         Apa itu Trauma Pleksus Brakialis?
·         Bagaimana penatalaksnaan Brachial Palsy/ Trauma Pleksus Brakialis?

C.     Tujuan
Adapun maksud dan tujuan kami menyusun makalah ini, selain untuk melengkapi persyratan tugas mata kuliah Asuhan Kebidanan Neonatus, juga mengingat karena tugas dan peran seorang bidan yang sangat berat.
Sebagai seorang calon tenaga kesehatan khususnya bidan, pada saat nantinya seorang bidan menjalankan prakteknya di masyarakat, tentunya tidak semua kasus yang dijumpainya adalah kasus yang fisiologis. Terutama pada saat menjumpai persalinan dengan distorsia bahu. Makalah ini kami susun untuk setidaknya sebagai sedikit bahan referensi untuk kita umumnya dan pembaca khususnya agar mendapat sedikit pengetahuan mengenai trauma pada BBL khususnya Trauma Pleksus Brakialis.






BAB 2
ISI
A.    Etiologi Trauma Pada Bayi Baru Lahir
Kelahiran seorang bayi merupakan saat yang membahagiakan orang tua, terutama bayi yang lahir sehat. Bayi yang nantinya tumbuh menjadi anak dewasa melalui proses yang panjang, dengan tidak mengesampingkan faktor lingkungan keluarga. Terpenuhinya kebutuhan dasar anak oleh keluarga akan memberikan lingkungan yang terbaik bagi anak, sehingga tumbuh kembang anak menjadi seoptimal mungkin. Tetapi tidak semua bayi lahir dalam keadaan sehat. Beberapa bayi lahir dengan gangguan pada masa prenatal, natal dan pascanatal. Keadaan ini akan memberikan pengaruh bagi tumbuh kembang anak selanjutnya.
Proses kelahiran sangat dipengaruhi oleh kehamilan. Dalam kehamilan yang tidak ada gangguan, diharapkan kelahiran bayi yang normal melalui proses persalinan yang normal,dimana bayi dilahirkan cukup bulan, pengeluaran dengan tenaga hejan ibu dan kontraksi kandung rahim tanpa mengalami asfiksi yang berat ataupun trauma lahir.
Pada saat persalinan, perlukaan atau trauma kelahiran kadang-kadang tidak dapat dihindarkan dan lebih sering ditemukan pada persalinan yang terganggu oleh salah satu sebab. Penanganan persalinan secara sempurna dapat mengurangi frekuensi peristiwa tersebut.
Insidensi trauma lahir diperkirakan sebesar 2-7 per 1000 kelahiran hidup. Walaupun insiden telah menurun pada tahun-tahun belakangan ini, sebagian karena kemajuan di bidang teknik dan penilaian obstetrik, trauma lahir masih merupakan permasalahan penting, karena walaupun hanya trauma yang bersifat sementara sering tampak nyata oleh orang tua dan menimbulkan cemas serta keraguan yang memerlukan pembicaraan bersifat suportif dan informatif. Beberapa trauma pada awalnya dapat bersifat laten, tetapi kemudian akan menimbulkan penyakit atau akibat sisa yang berat. Trauma lahir juga merupakan salah satu faktor penyebab utama dari kematian perinatal. Di Indonesia angka kematian perinatal adalah 44 per 1000 krlahiran hidup, dan 9,7 % diantaranya sebagai akibat dari trauma lahir.
Trauma lahir merupakan trauma pada bayi sebagai akibat tekanan mekanik selama proses persalinan. Faktor- faktor yang mempengaruhi trauma mekanik dapat terjadi bersamaan dengan trauma hipoksi iskemik.
Trauma lahir, kadang- kadang masih terjadi dan tidak dapat dihindari, dengan kejadian rata- rata 6- 8 kejadian per 1000 kelahiran hidup. Umumnya bayi yang lebih besar lebih rentan ,mengalami trauma lahir. Kejadian paling sering  dilaporkan pada bayi dengan berat lahir lebih dari 4500 gr. Adapun faktor resiko lainnya adalah persalinan dengan bantuan alat, terutama forsep/ vakum, persalinan sunsang, dan traksi abnormal/ berlebihan selama proses persalinan. Penanganan persalinan yang baik dapat mengurangi angka kejadian trauma lahir.
Sebagian besar trauma lahir dapat sembuh sendiri dan pragnosisnya baik. Namun pada beberapa kasus dapat pula menyebabkan kecacatan dan kematian. Hampir 50% kasus dapat dihindari dengan mengetahui dan mengantisipasi faktor resiko obstetri.
B.     Trauma Pleksus Brakialis
Trauma pleksus brakialis umumnya terjadi pada bayi besar. Kelainan ini timbul akibat tarikan yang kuat pada daerah leher saat melahirkan bayi sehingga menyebabkan kerusakan pada pleksus brakialis. Biasanya ditemukan pada persalinan letak sunsang bila dilakukan traksi yang kuat saat melahirkan kepala bayi. Pada persalinan letak kepala, kelainan ini dapat terjadi pada kasus distorsia bahu. Pada kasus tersebut kadang- kadang dilakukan penarikan pada kepala yang agak kuat kebelakang untuk melahirkan bahu depan.
Insiden paralis pleksus brakialis ialah 0,5- 0,2 per 1000 kelahiran hidup. Kebanyakan kasus adalah psralis Erb. Paralis pada seluruh pleksus brakialis terjadi pada 10% kasus. Lesi traumatik yang berhubungan dengan paralisis pleksus brakialis antaralain fraktur klavikula, fraktur humerus, subluksasi cervical spine, trauma servical cord, dan paralisis nervus fasialis.
Trauma pleksus brakialis dibagi atas:
*      Paralisis Erb, yaitu kelumpuhan bagian- bagian tubuh yang disarafi oleh cabang- cabang C5 dan C6 dari pleksus brakialis
*      Paralisis klumpke, yaitu kelumpuhan bagian- bagian tubuh yang disarafi oleh cabang- caabang dan C8- Th 1
Paralisis Erb paling sering terjadi dan berhubungan dengan terbatasnya gerakan bahu. Anggota gerak yang terkena akan berada dalam posisi Adduksi, pronasi, dan rotasi internal. Reflek moro, biseps, dan radialis pada sisi yang terkena akan menghilang. Reflek menggenggam biasanya masih ada pada 5% kasus disertai paresis nervus frenikus ipsilateral.
Paralisis klumpke (C7- 8,Th 1) jarang terjadi dan mengakibatkan kelemahan pada otot- otot intrinsik tangan sehingga bayi kehilangan refleks menggenggam. Bila serabut simpatis servikal pada spina torakal pertama terlibat, maka akan dijumpai sindrom Horner.
Brakial palsi disebabkan oleh beberapa hal sebagai berikut:
Ø  Tarikan lateral pada kepala dan leher pada saat melahirkan bahu
Ø  Lengan ekstensi melewati kepala pada presentasi bokong atau terjadi tarikan yang berlebihan pada bahu.
Tanda dan gejala yang mungkin muncul pada brakial palsi adalah sbb:
v  Gangguan motorik pada lengan atas
v  Lengan atas pada kedudukan ekstensi dan abduksi
v  Jika diangkat, lengan akan tampak lemas dan menggantung
v  Reflek morrow negatif
v  Hiperekstensi dan fleksi pada jari- jari
v  Refleks meraih dengan tangan tidak ada

C.    Penatalaksanaan Brachial Palsy
Penanganan terhadap trauma pleksus brakialis ditujukan untuk mempercepat penyembuhan serabut saraf yang rusak dan mencegah kemungkinan komplikasi lain seperti kontraksi otot. Upaya ini dilakukan antara lain dengan jalan imobilisasi pada posisi tertentu selama 1 – 2 minggu yang kemudian diikuti program latihan. Pada trauma ini imobilisasi dilakukan dengan cara fiksasi lengan yang sakit dalam posisi yang berlawanan dengan posisi karakteristik kelumpuhan Erb. Lengan yang sakit difiksasi dalam posisi abduksi 900 disertai eksorotasi pada sendi bahu, fleksi 900.
 Pengobatan dengan obat dapat diberikan seperti:
☻Vitamin B1,B6,B12,E
☻Antiedema
☻Vasodilator
☻Corticosteroid
☻Danzen (Takeda)
☻Papase (Warner-Lambert)
☻Neurobion (E.Merck)
☻Fundamine-E (Biomedis)
☻Enico (Eisai)
Jalan lain yang juga bisa menjadi alternatif yaitu dengan regenerasi saraf dengan laser rendah. Pengunaan teknologi laser di bidang kesehatan makin luas, demikian pula dengan bidang rehabilitasi medik. Pada penderita dengan gangguan Erb Palsy sering mengalami suatu gangguan neuropraksia. Gangguan ini bersifat reversibel dengan catatan bahwa trauma pada saraf tidak sampai axon. Pada penderita bayi baru lahir, maka tindakan rehabilitasi medik adalah dengan memberikan posisi yang benar yang bertujuan untuk menghindari tarikan saraf lebih lanjut. Posisi yang dapat diberikan berupa posisi seperti patung liberty dengan modifikasi atau dengan cara melipat bahu kedalam seperti posisi patah tulang klavikula. Dan dihindari posisi tidur yang menindih tempat lesi saraf (contoh kelumpuhan kanan maka dihindari tidur miring kanan). Penambahan terapi Elektro Stimulasi (ES) dapat dimulai pada awal bulan yang bertujuan merangsang aktifitas kelistrikan saraf dan re-edukasi dari otot yang mengalami kelemahan. ES dapat dilakukan 2x/ minggu dilanjutkan dengan program terapi dirumah berupa rangsangan taktil oleh orang tua yang diajarkan oleh dokter dan terapis.
Evaluasi ini berlangsung sampai 3 bulan diharapkan terjadi proses pertumbuhan saraf pada bayi. Setelah 3 bulan dapat dilakukan pemeriksaan EMG - NCV (Elektromyography- Nerve Conduction Velocity) yaitu suatu alat yang dapat mengukur derajad kerusakan saraf dan otot. Penggunaan laser pada kasus regenerasi saraf sangat diperlukan dalam bidang ilmu Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi. Laser yang mempunyai panjang gelombang 632 nm mempunyai titik tangkap pada mitokhondria (pusat pernafasan) sel. Dengan pemberian laser maka akan memperkaya ATP (energi sel) sehingga menyebabkan sel berfungsi lebih baik. Laser mempunyai sifat neuroprotektif dan neuroregeneratif pada sel saraf. Hal ini dapat dibuktikan dengan penggunaan laser pada berbagai senter pendidikan di Amerika untuk guiding (membantu) regenerasi pada saraf perifer. Pemberian laser pada bayi yang mengalami Erb Palsy menggunakan dosis yang kecil (dosis stimulasi tidak perlu waktu yang lama) dengan menggunakan 1 J/ titik dengan maksimal dose 10 J. Diharapkan regenerasi saraf akan lebih cepat apabila menggunakan laser ditambah dengan elektro stimulasi. Regenerasi saraf berkisar 1mm/hari dengan syarat tidak terdapat sprouting.























BAB 3
KESIMPULAN

A.    Kesimpulan
Trauma lahir merupakan trauma pada bayi sebagai akibat tekanan mekanik selama proses persalinan. Faktor- faktor yang mempengaruhi trauma mekanik dapat terjadi bersamaan dengan trauma hipoksi iskemik. Trauma lahir, kadang- kadang masih terjadi dan tidak dapat dihindari, dengan kejadian rata- rata 6- 8 kejadian per 1000 kelahiran hidup. Umumnya bayi yang lebih besar lebih rentan ,mengalami trauma lahir.
Trauma pleksus brakialis umumnya terjadi pada bayi besar. Kelainan ini timbul akibat tarikan yang kuat pada daerah leher saat melahirkan bayi sehingga menyebabkan kerusakan pada pleksus brakialis. Biasanya ditemukan pada persalinan letak sunsang bila dilakukan traksi yang kuat saat melahirkan kepala bayi. Pada persalinan letak kepala, kelainan ini dapat terjadi pada kasus distorsia bahu. Penanganan terhadap trauma pleksus brakialis ditujukan untuk mempercepat penyembuhan serabut saraf yang rusak dan mencegah kemungkinan komplikasi lain seperti kontraksi otot.

B.     Saran
Apabila kita menjumpai kasus dengan letak sunsang atau distorsia bahu, maka sebagai seorang bidan yang harus kita lakukan adalah melakukan rujukan. Karena akan lebuh baik untuk mengetahui dan melakukan tindakan segera sebelum terjadinya trauma pada BBL seperti Trauma Pleksus Brakialis ini.











Daftar Isi
Prawirohardjo, sarwono. 2011. Ilmu Kebidanan. Jakarta: PT Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.
___________________.2011. Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal. Jakarta: PT Bina Pustaka Sarwono Prawiroharjo.
Nanny Lia Dewi, Vivian.2013. Asuhan Neonatus Bayi dan Anak Balita. Jakarta: Salemba Medika.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar