MAKALAH
ASUHAN
KEBIDANAN NEONATUS
TRAUMA
PADA PLEKSUS BRAKIALIS
Disusun
Oleh
Kelas:
B 10.2
Franata
Suriana Esthi (13140070)
PRODI
D4 BIDAN PENDIDIK
FAKULTAS
ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS
RESPATI YOGYAKARTA
2014/
2015
Kata
Pengantar
Puji
dan syukur kami haturkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa yang telah melimpahkan
rahmat- Nya kepada kami sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan makalah
dengan judul “TRAUMA PADA PLEKSUS BRAKIALIS” . Makalah ini kami susun untuk
melengkapi tugas matakuliah dan
kelengkapan dari rangkaian perkuliahan kami.
Dalam
kesempatan ini kami juga berterima kasih kepada pihak- pihak yang tidak dapat
kami sebutkan namanya, yang sangat berperan dalam memberikan dorongan, bantuan,
dukungan, dan arahan dalam penyusunan makalah ini.
Penulis
menyadari penyusunan makalah ini masih memiliki banyak kekurangan, untuk itu
saran yang membangun sngat kami perlukan untuk memperbaiki makalah ini.
Yogyakarta,
28 September 2014
Penyusun
Daftar Isi
Halaman Judul
Kata Pengantar
BAB 1 PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang........................................................................................
B. Rumusan
Masalah...................................................................................
C. Tujuan......................................................................................................
BAB 2 ISI
A. Etiologi
Trauma Pada Bayi Baru Lahir...................................................
B. Trauma
Pleksus
Brakialis........................................................................
C. Penatalaksanaan
Brachial Palsy..............................................................
BAB 3 KESIMPULAN
A. Kesimpulan..............................................................................................
B. Saran........................................................................................................
BAB
1
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Proses
kelahiran merupakan kombinasi dari kompresi, kontraksi, torsi, dan traksi. Jika
janin besar, adanya kelainan letak, atau imaturitas neurologis, proses
kelahiran dapat menimbulkan kerusakan jarigan, edema, perdarahan, atau fraktur
pada bayi baru lahir. Persalinan dengan alat akan meningkatkan kejadian trauma
lahir. Pada kondisi tertentu, bedah sesar dapat merupakan suatu alternatif,
meskipun tidak menjaminkelahiran yang bebas trauma. Faktor predisposisi
terjadinya trauma lahir antara lain primigravida, disproporsi sefalopelvik (ibu
pendek, kelainan rongga panggul), persalinan yang berlangsung terlalu lama atau
cepat, oligohidramnion, presentasi abnormal, ekstraksi forseps atau vakum,
versi dan ekstraksi. BBLR, makrosomia, ukuran kepala janin besar dan anomali
janin.
B.
Rumusan Masalah
Adapun
dalam menyusun makalah ini, kami menggunakan rumusan masalah sebagai berikut :
·
Apa saja trauma yang biasanya terjadi
pada BBL?
·
Apa itu Trauma Pleksus Brakialis?
·
Bagaimana penatalaksnaan Brachial Palsy/
Trauma Pleksus Brakialis?
C.
Tujuan
Adapun
maksud dan tujuan kami menyusun makalah ini, selain untuk melengkapi persyratan
tugas mata kuliah Asuhan Kebidanan Neonatus, juga mengingat karena tugas dan
peran seorang bidan yang sangat berat.
Sebagai
seorang calon tenaga kesehatan khususnya bidan, pada saat nantinya seorang
bidan menjalankan prakteknya di masyarakat, tentunya tidak semua kasus yang
dijumpainya adalah kasus yang fisiologis. Terutama pada saat menjumpai
persalinan dengan distorsia bahu. Makalah ini kami susun untuk setidaknya
sebagai sedikit bahan referensi untuk kita umumnya dan pembaca khususnya agar
mendapat sedikit pengetahuan mengenai trauma pada BBL khususnya Trauma Pleksus
Brakialis.
BAB
2
ISI
A. Etiologi Trauma Pada Bayi Baru
Lahir
Kelahiran
seorang bayi merupakan saat yang membahagiakan orang tua, terutama bayi yang
lahir sehat. Bayi yang nantinya tumbuh menjadi anak dewasa melalui proses yang
panjang, dengan tidak mengesampingkan faktor lingkungan keluarga. Terpenuhinya
kebutuhan dasar anak oleh keluarga akan memberikan lingkungan yang terbaik bagi
anak, sehingga tumbuh kembang anak menjadi seoptimal mungkin. Tetapi tidak
semua bayi lahir dalam keadaan sehat. Beberapa bayi lahir dengan gangguan pada
masa prenatal, natal dan pascanatal. Keadaan ini akan memberikan pengaruh bagi
tumbuh kembang anak selanjutnya.
Proses
kelahiran sangat dipengaruhi oleh kehamilan. Dalam kehamilan yang tidak ada
gangguan, diharapkan kelahiran bayi yang normal melalui proses persalinan yang
normal,dimana bayi dilahirkan cukup bulan, pengeluaran dengan tenaga hejan ibu
dan kontraksi kandung rahim tanpa mengalami asfiksi yang berat ataupun trauma
lahir.
Pada
saat persalinan, perlukaan atau trauma kelahiran kadang-kadang tidak dapat
dihindarkan dan lebih sering ditemukan pada persalinan yang terganggu oleh
salah satu sebab. Penanganan persalinan secara sempurna dapat mengurangi frekuensi
peristiwa tersebut.
Insidensi
trauma lahir diperkirakan sebesar 2-7 per 1000 kelahiran hidup. Walaupun
insiden telah menurun pada tahun-tahun belakangan ini, sebagian karena kemajuan
di bidang teknik dan penilaian obstetrik, trauma lahir masih merupakan
permasalahan penting, karena walaupun hanya trauma yang bersifat sementara
sering tampak nyata oleh orang tua dan menimbulkan cemas serta keraguan yang
memerlukan pembicaraan bersifat suportif dan informatif. Beberapa trauma pada
awalnya dapat bersifat laten, tetapi kemudian akan menimbulkan penyakit atau
akibat sisa yang berat. Trauma lahir juga merupakan salah satu faktor penyebab
utama dari kematian perinatal. Di Indonesia angka kematian perinatal adalah 44
per 1000 krlahiran hidup, dan 9,7 % diantaranya sebagai akibat dari trauma
lahir.
Trauma
lahir merupakan trauma pada bayi sebagai akibat tekanan mekanik selama proses
persalinan. Faktor- faktor yang mempengaruhi trauma mekanik dapat terjadi
bersamaan dengan trauma hipoksi iskemik.
Trauma
lahir, kadang- kadang masih terjadi dan tidak dapat dihindari, dengan kejadian
rata- rata 6- 8 kejadian per 1000 kelahiran hidup. Umumnya bayi yang lebih
besar lebih rentan ,mengalami trauma lahir. Kejadian paling sering dilaporkan pada bayi dengan berat lahir lebih
dari 4500 gr. Adapun faktor resiko lainnya adalah persalinan dengan bantuan
alat, terutama forsep/ vakum, persalinan sunsang, dan traksi abnormal/
berlebihan selama proses persalinan. Penanganan persalinan yang baik dapat
mengurangi angka kejadian trauma lahir.
Sebagian
besar trauma lahir dapat sembuh sendiri dan pragnosisnya baik. Namun pada
beberapa kasus dapat pula menyebabkan kecacatan dan kematian. Hampir 50% kasus
dapat dihindari dengan mengetahui dan mengantisipasi faktor resiko obstetri.
B. Trauma Pleksus Brakialis
Trauma
pleksus brakialis umumnya terjadi pada bayi besar. Kelainan ini timbul akibat
tarikan yang kuat pada daerah leher saat melahirkan bayi sehingga menyebabkan
kerusakan pada pleksus brakialis. Biasanya ditemukan pada persalinan letak
sunsang bila dilakukan traksi yang kuat saat melahirkan kepala bayi. Pada
persalinan letak kepala, kelainan ini dapat terjadi pada kasus distorsia bahu.
Pada kasus tersebut kadang- kadang dilakukan penarikan pada kepala yang agak
kuat kebelakang untuk melahirkan bahu depan.
Insiden
paralis pleksus brakialis ialah 0,5- 0,2 per 1000 kelahiran hidup. Kebanyakan
kasus adalah psralis Erb. Paralis pada seluruh pleksus brakialis terjadi pada
10% kasus. Lesi traumatik yang berhubungan dengan paralisis pleksus brakialis
antaralain fraktur klavikula, fraktur humerus, subluksasi cervical spine,
trauma servical cord, dan paralisis nervus fasialis.
Trauma
pleksus brakialis dibagi atas:
Paralisis Erb, yaitu kelumpuhan bagian-
bagian tubuh yang disarafi oleh cabang- cabang C5 dan C6 dari pleksus brakialis
Paralisis klumpke, yaitu kelumpuhan
bagian- bagian tubuh yang disarafi oleh cabang- caabang dan C8- Th 1
Paralisis
Erb paling sering terjadi dan berhubungan dengan terbatasnya gerakan bahu.
Anggota gerak yang terkena akan berada dalam posisi Adduksi, pronasi, dan
rotasi internal. Reflek moro, biseps, dan radialis pada sisi yang terkena akan
menghilang. Reflek menggenggam biasanya masih ada pada 5% kasus disertai
paresis nervus frenikus ipsilateral.
Paralisis
klumpke (C7- 8,Th 1) jarang terjadi dan mengakibatkan kelemahan pada otot- otot
intrinsik tangan sehingga bayi kehilangan refleks menggenggam. Bila serabut
simpatis servikal pada spina torakal pertama terlibat, maka akan dijumpai
sindrom Horner.
Brakial
palsi disebabkan oleh beberapa hal sebagai berikut:
Ø Tarikan
lateral pada kepala dan leher pada saat melahirkan bahu
Ø Lengan
ekstensi melewati kepala pada presentasi bokong atau terjadi tarikan yang
berlebihan pada bahu.
Tanda
dan gejala yang mungkin muncul pada brakial palsi adalah sbb:
v Gangguan
motorik pada lengan atas
v Lengan
atas pada kedudukan ekstensi dan abduksi
v Jika
diangkat, lengan akan tampak lemas dan menggantung
v Reflek
morrow negatif
v Hiperekstensi
dan fleksi pada jari- jari
v Refleks
meraih dengan tangan tidak ada
C. Penatalaksanaan Brachial Palsy
Penanganan
terhadap trauma pleksus brakialis ditujukan untuk mempercepat penyembuhan
serabut saraf yang rusak dan mencegah kemungkinan komplikasi lain seperti
kontraksi otot. Upaya ini dilakukan antara lain dengan jalan imobilisasi pada
posisi tertentu selama 1 – 2 minggu yang kemudian diikuti program latihan. Pada
trauma ini imobilisasi dilakukan dengan cara fiksasi lengan yang sakit dalam
posisi yang berlawanan dengan posisi karakteristik kelumpuhan Erb. Lengan yang
sakit difiksasi dalam posisi abduksi 900 disertai eksorotasi pada sendi bahu,
fleksi 900.
Pengobatan dengan obat dapat diberikan
seperti:
☻Vitamin
B1,B6,B12,E
☻Antiedema
☻Vasodilator
☻Corticosteroid
☻Danzen
(Takeda)
☻Papase
(Warner-Lambert)
☻Neurobion
(E.Merck)
☻Fundamine-E
(Biomedis)
☻Enico
(Eisai)
Jalan
lain yang juga bisa menjadi alternatif yaitu dengan regenerasi saraf dengan
laser rendah. Pengunaan teknologi laser di bidang kesehatan makin luas,
demikian pula dengan bidang rehabilitasi medik. Pada penderita dengan gangguan
Erb Palsy sering mengalami suatu gangguan neuropraksia. Gangguan ini bersifat
reversibel dengan catatan bahwa trauma pada saraf tidak sampai axon. Pada
penderita bayi baru lahir, maka tindakan rehabilitasi medik adalah dengan
memberikan posisi yang benar yang bertujuan untuk menghindari tarikan saraf
lebih lanjut. Posisi yang dapat diberikan berupa posisi seperti patung liberty
dengan modifikasi atau dengan cara melipat bahu kedalam seperti posisi patah
tulang klavikula. Dan dihindari posisi tidur yang menindih tempat lesi saraf
(contoh kelumpuhan kanan maka dihindari tidur miring kanan). Penambahan terapi
Elektro Stimulasi (ES) dapat dimulai pada awal bulan yang bertujuan merangsang
aktifitas kelistrikan saraf dan re-edukasi dari otot yang mengalami kelemahan.
ES dapat dilakukan 2x/ minggu dilanjutkan dengan program terapi dirumah berupa
rangsangan taktil oleh orang tua yang diajarkan oleh dokter dan terapis.
Evaluasi
ini berlangsung sampai 3 bulan diharapkan terjadi proses pertumbuhan saraf pada
bayi. Setelah 3 bulan dapat dilakukan pemeriksaan EMG - NCV (Elektromyography-
Nerve Conduction Velocity) yaitu suatu alat yang dapat mengukur derajad
kerusakan saraf dan otot. Penggunaan laser pada kasus regenerasi saraf sangat
diperlukan dalam bidang ilmu Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi. Laser yang
mempunyai panjang gelombang 632 nm mempunyai titik tangkap pada mitokhondria
(pusat pernafasan) sel. Dengan pemberian laser maka akan memperkaya ATP (energi
sel) sehingga menyebabkan sel berfungsi lebih baik. Laser mempunyai sifat
neuroprotektif dan neuroregeneratif pada sel saraf. Hal ini dapat dibuktikan dengan
penggunaan laser pada berbagai senter pendidikan di Amerika untuk guiding
(membantu) regenerasi pada saraf perifer. Pemberian laser pada bayi yang
mengalami Erb Palsy menggunakan dosis yang kecil (dosis stimulasi tidak perlu
waktu yang lama) dengan menggunakan 1 J/ titik dengan maksimal dose 10 J.
Diharapkan regenerasi saraf akan lebih cepat apabila menggunakan laser ditambah
dengan elektro stimulasi. Regenerasi saraf berkisar 1mm/hari dengan syarat
tidak terdapat sprouting.
BAB 3
KESIMPULAN
A.
Kesimpulan
Trauma
lahir merupakan trauma pada bayi sebagai akibat tekanan mekanik selama proses
persalinan. Faktor- faktor yang mempengaruhi trauma mekanik dapat terjadi
bersamaan dengan trauma hipoksi iskemik. Trauma lahir, kadang- kadang masih
terjadi dan tidak dapat dihindari, dengan kejadian rata- rata 6- 8 kejadian per
1000 kelahiran hidup. Umumnya bayi yang lebih besar lebih rentan ,mengalami
trauma lahir.
Trauma
pleksus brakialis umumnya terjadi pada bayi besar. Kelainan ini timbul akibat
tarikan yang kuat pada daerah leher saat melahirkan bayi sehingga menyebabkan
kerusakan pada pleksus brakialis. Biasanya ditemukan pada persalinan letak
sunsang bila dilakukan traksi yang kuat saat melahirkan kepala bayi. Pada
persalinan letak kepala, kelainan ini dapat terjadi pada kasus distorsia bahu. Penanganan
terhadap trauma pleksus brakialis ditujukan untuk mempercepat penyembuhan
serabut saraf yang rusak dan mencegah kemungkinan komplikasi lain seperti
kontraksi otot.
B.
Saran
Apabila
kita menjumpai kasus dengan letak sunsang atau distorsia bahu, maka sebagai
seorang bidan yang harus kita lakukan adalah melakukan rujukan. Karena akan
lebuh baik untuk mengetahui dan melakukan tindakan segera sebelum terjadinya
trauma pada BBL seperti Trauma Pleksus Brakialis ini.
Daftar Isi
Prawirohardjo, sarwono. 2011. Ilmu Kebidanan.
Jakarta: PT Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.
___________________.2011. Pelayanan Kesehatan
Maternal dan Neonatal. Jakarta: PT Bina Pustaka Sarwono Prawiroharjo.
Nanny Lia Dewi, Vivian.2013. Asuhan Neonatus Bayi
dan Anak Balita. Jakarta: Salemba Medika.